Kamis, 09 April 2009

Belajar Matematika Melalui Permainan

Belajar Matematika Melalui Permainan
Hasil penelitian The Third International Mathematic and Science Study Repeat (TIMSS-R) pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara, prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Sementara hasil nilai matematika pada ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk ilmu pengetahuan dan ternyata matematika hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan.
Mata pelajaran matematika menurut pandangan belajar merupakan mata pelajaran yang ditakuti atau harus dijauhi. Sedang dalam kehidupan kita sehari-hari penuh dengan peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pasti secara langsung dan tidak langsung. Bayangkan seorang pedagang memerlukan ilmu berhitung, petani memerlukan perhitungan cuaca dan musim, kita meloncati lubang memerlukan matematika yaitu pengetahuan tentang jarak, seorang buruh memerlukan perhitungan gaji, seorang majikan memerlukan data statistik, tukang kayu memerlukan pengetahuan gambar-gambar geometris dan sebagainya.

Peran Guru

Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab fobia matematika diantaranya adalah yang mencakup penekanan berlebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi fobia matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Secara umum, tugas guru matematika adalah: pertama, bagaimana materi pelajaran itu diberikan kepada siswa sesuai dengan standar kurikulum. Kedua, bagaimana proses pembelajaran berlangsung dengan melibatkan peran siswa secara penuh dan aktif, dalam artian proses pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan dengan menyenangkan. Merupakan tantangan bagi guru matematika untuk senantiasa berfikir dan bertindak kreatif di tengah kegelisahan dan keterpurukan nasib guru. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmatika saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan logika matematis. Salah satunya menggunakan permainan matematika dalam menyampaikan materi.
Peran Orang Tua
Dari aspek psikologi, menurut psikolog Alva Handayani, peranan orang tua pun dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika. Menurutnya, mengajar matematika bukan sekedar mengenal angka dan menghafalnya namun bagaimana anak memahami makna bermatematika.
Yang pertama dilakukan tentu mengubah persepsi matematika itu menjadi menyenangkan, orang tua juga mesti segera mengambil tindakan untuk membantu anak belajar matematika dengan cara menyenangkan. Caranya dengan memberi contoh kongkrit, bukan yang abstrak.
Dalam membantu anak belajar matematika dengan cara tadi, maka peran alat peraga menjadi sangat besar, terutama untuk anak SD. Tidak perlu yang mahal. Yang dibutuhkan kreativitas orang tua. Contoh, penggunaan daun kering untuk menghitung luas suatu bidang tertentu. Dengan daun sebesar ini, berapa daun yang dibutuhkan untuk menutupi bidang tertentu. Atau dengan menggunakan kendaraan yang lewat di depan rumah. Dalam jangka waktu tertentu ada berapa kendaraan lewat? Barepa kendaraan roda tiganya, dan berapa roda empatnya? Jam berikutnya, dihitung lagi. Kemudian dalam seminggu bisa dilihat perbedaannya. Lalu analisis, kenapa pada hari Senin dan jumat sangat ramai dan hari lain tidak terlalu. Itu semua logika matematika.
Dalam praktek, orang tua harus mengikuti pelajaran matematika anak sejak awal, kemudian mencari jalan apa yang harus dilakukan di rumah untuk menerangkan suatu hal, dengan mencari pemahaman dasar dalam kehidupan sehari-hari, maka matematika tidak akan menjadi sesuatu yang menakutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar