Kamis, 09 April 2009

MENJADIKAN GURU YANG CERDAS

MENJADIKAN GURU YANG CERDAS

Pokok persoalan atau permasalahan yang selalu mudah diperdebatkan berkaitan dengan kurikulum ialah : Apakah KTSP sekarang ini merupakan kurikulum yang mencerdaskan ataukah justru sebaliknya? Siapa yang lebih harus dicerdaskan, siswa, guru, kepala sekolah, pengawas, atau siapa? Bagaimana mengukur peningkatan kecerdasan itu? Pertanyaan lain pasti muncul, namun yang harus dicatat saat ini ialah para guru “sibuk” bergelut dengan KTSP ini. Ada yang jatuh bangun menyusun atau mengembangkan sendiri setelah membaca berbagai sumber, ada yang sibuk bertanya ke berbagai sumber, tidak kurang yang sekedar menunggu perkembangan dalam arti nanti tinggal menyontoh saja (copy-paste), tidak sedikit yang selalu bingung dan bingung hingga akhirnya tidak berbuat apa-apa.
Kurikulum harusnya mampu melahirkan guru yang cerdas, begitu pula dengan peserta didiknya. Guru yang cerdas ialah guru yang berani kritis terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) melalui mengkaji, mengidentifikasi, mengembangkan, merumuskan, dan menentukan jenis penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar dalam sebuah silabus yang dikembangkan menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Agar guru berani memaknai SK dan KD diperlukan:
A. Model pelatihan (bimbingan teknis) guru dengan rumus 30:70. Maksudnya, pelatih menggunakan 30 persen dari alokasi waktunya untuk menerangkan, selebihnya yang 70 persen untuk peserta pelatihan (guru) melakukan diskusi kelompok, mengidentifikasi dan sebagainya. Dengan kata lain, model pelatihan yang 100 persen ceramah harus dihilangkan, digantikan dengan formula 30:70 agar peserta pelatihan (guru) benar-benar bergulat dengan segala kesulitan yang ada., mencari solusinya sendiri, karena guru sendiri yang akan membuat dan mengembangkannya disekolah masing-masing, bukan sang pelatih.

B. Hindarkan guru-guru dari menjiplak contoh. Banyak sekali bukti dilapangan yang menunjukkan bahwa guru sering kali menjiplak contoh-contoh yang diberikan pada saat pelatihan. Hal ini lah yang membuat guru-guru tersebut tidak tertantang untuk membuat sol-soal sendiri. Sebaiknya pada saat pelatihan dilakukan, guru-guru tersebut dibiarkan menentukan sendiri Materi Pokok, indikator, dan sebagainya dan kemudian didiskusikan bersama. Sehingga guru-guru lebih terlatih untuk membuat soal-soal sendiri dan tidak mencontoh atau menjiplak pada soal-soal yang ada.

C. Proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) adalah keharusan. Maksudnya ialah, semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan (orangtua, masyarakat, sekolah) lebih bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, kreatif, dinamis, dan interaktif. Kurikulum selama ini hanya alat yang terus “diasah” oleh guru, sehingga semakin kurikulum tersebut terasah, maka semakin terciptanya suasana pembelajaran yang semakin menyenangkan. Guru yang cerdasa adalah guru yang mampu menciptakan PAIKEM, demikian juga dengan pejabat pendidikan yang disebut cerdas jika ia dapat medorong para guru untuk melaksanakan PAIKEM secara bebas, demokratis, dan terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar